BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masa remaja
sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang
anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi,
menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah,
sekolah, atau di lingkungan pertemanannya.
Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang. Meningkatnya tingkat kriminal di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi banyak juga dari kalangan para remaja. Tindakan kenakalan remaja sangat beranekaragam dan bervariasi dan lebih terbatas jika dibandingkan tindakan kriminal orang dewasa. Juga motivasi para remaja sering lebih sederhana dan mudah dipahami misalnya : pencurian yang dilakukan oleh seorang remaja, hanya untuk memberikan hadiah kepada mereka yang disukainya dengan maksud untuk membuat kesan impresif yang baik atau mengagumkan.
Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang. Meningkatnya tingkat kriminal di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi banyak juga dari kalangan para remaja. Tindakan kenakalan remaja sangat beranekaragam dan bervariasi dan lebih terbatas jika dibandingkan tindakan kriminal orang dewasa. Juga motivasi para remaja sering lebih sederhana dan mudah dipahami misalnya : pencurian yang dilakukan oleh seorang remaja, hanya untuk memberikan hadiah kepada mereka yang disukainya dengan maksud untuk membuat kesan impresif yang baik atau mengagumkan.
Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian remaja?
b. Bagaimana
perkembangan psikologi remaja?
c. Apa macam-macam kenakalan
remaja ?
d. Apa penyebab kenakalan
remaja?
e. Bagaimana solusi untuk
mengatasi kenakalan remaja?
1.3 Tujuan
Pembahasan
a. Mengetahui pengertian
remaja dan ciri cirinya
b. Mengetahui perkembangan
psikologi remaja pada saat ini
c. Mengetahui macam-macam
kenakalan remaja
d. Mengetahui penyebab
kenakalan remaja
e. Mengetahui solusi untuk
mengatasi kenakalan remaja.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Remaja
Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari
anak-anak menuju dewasa. Remaja
merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara
umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Menurut
psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal
anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga
12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula
pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang
dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti
pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada
perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol
(pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak
menghabiskan waktu di luar keluarga.
Remaja
memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan
anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang
dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan
dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh
status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Hal
senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia
remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :
a. 12-15 tahun
b. Masa remaja awal 15-18 tahun
c. Masa remaja pertengahan 18-21 tahun
d. Masa remaja akhir.
2.2 Ciri- Ciri Remaja
Mengenai
ciri-ciri remaja tidak mesti dilihat dari satu sisi, tetapi dapat dilihat dari
berbagai segi. Misalnya dari segi usia, perkembangan fisik, phisikis, dan
perilaku. Menurut Gayo (1990: 638-639) ciri-ciri remaja usianya berkisar 12-20
tahun yang dibagi dalam tiga fase yaitu; Adolensi diri, adolensi menengah, dan
adolensi akhir. Penjelasan ketiga fase ini sebagai berikut.
a. Adolensi dini
Fase ini berarti preokupasi seksual yang meninggi yang
tidak jarang menurunkan daya kreatif/ ketekunan, mulai renggang dengan orang
tuanya dan membentuk kelompok kawan atau sahabat karib, tinggah laku kurang
dapat dipertanggungjawabkan. Seperti
perilaku di luar kebiasaan, delikuen,dan maniakal atau defresif.
b. Adolensi menengah
Fase ini memiliki umum:
Hubungan dengan kawan dari lawan jenis mulai meningkat pentingnya, fantasi dan
fanatisme terhadap berbagai aliran, misalnya, mistik, musik, dan lain-lain. Menduduki
tempat yang kuat dalam perioritasnya, politik dan kebudayaan mulai menyita
perhatiannya sehingga kritik…..tidak jarang dilontarkan kepada keluarga dan
masyarakat yang dianggap salah dan tidak benar, seksualitas mulai tampak dalam
ruang atau skala identifikasi, dan desploritas lebih terarah untuk meminta
bantuan.
c. Adolesensi akhir
c. Adolesensi akhir
Masa ini remaja mulai lebih luas, mantap, dari dewasa
dalam ruang lingkup penghayatannya .Ia lebih bersifat ‘menerima’dan ‘mengerti’
malahan sudah mulai menghargai sikap orang/pihak lain yang mungkin sebelumnya
ditolak. Memiliki karier tertentu dan
sikap kedudukan, kultural, politik, maupun etikanya lebih mendekati orang
tuanya. Bila kondisinya kurang menguntungkan, maka masa turut diperpanjang
dengan konsekuensi .imitasi, bosan, dan merosot tahap kesulitan jiwanya.
Memerlukan bimbingan dengan baik dan bijaksana, dari orang-orang di sekitarnya.
Argumen
lain tentang ciri-ciri remaja dan berbagai sudut pandang dikemukakan oleh
Mustaqim dan Abdul Wahid (1991:49-50). Menurutnya pada masa remaja umumnya
telah duduk dalam bangku sekolah lanjutan. Pada permulaan periode anak
mengalami perubahan-perubahan jasmani yang berwujud tanda-tanda kelamin
sekunder seperti kumis, jenggot, atau suara berubah pada laki-laki. Lengan dan
kaki mengalami pertumbuhan yang cepat sekali sehingga anak-anak menjadi
canggung dan kaku. Kelenjar-kelenjar mulai tumbuh yang dapat menimbulkan
gangguan phisikis anak.
Perubahan
rohani juga timbul remaja telah mulai berfikir abstrak, ingatan logis makin lama
makin lemah. Pertumbuhan fungsi-fungsi psikis yang satu dengan yang lain tidak
dalam keadaan seimbang akibatnya anak sering mengalami pertentangan batin dan
gangguan, yang biasa disebut gangguan integrasi. Kehidupan sosial anak remaja
juga berkembang sangat luas. Akibatnya anak berusaha melepaskan diri
darikekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan, meskipun di sisi lain masih
tergantung pada orang tua. Dengan demikian terjadi pertentangan antara hasrat
kebebasan dan perasaan tergantung. (Mustaqim dan Abdul Wahid, 1991:50).
Lebih lanjut dikatakan Mustaqim dan Abdul Wahid, pada masa remaja akhir umumnya telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama, kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Masa ini biasa disebut masa pembentukan dan menentuan nilai dan cita-cita.Lain dari pada itu anak mulai berfikir tentang tanggung jawab sosial, agama moral, anak mulai berpandangan realistik, mulai mengarahkan perhatian pada teman hidupnya kelak, kematangan jasmani dan rohani, memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap serta berusaha mengabdikan diri dimasyarakat juga ciri remaja yang menonjol, tetapi hanya remaja yang sudah hampir masuk dewasa.
Lebih lanjut dikatakan Mustaqim dan Abdul Wahid, pada masa remaja akhir umumnya telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama, kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Masa ini biasa disebut masa pembentukan dan menentuan nilai dan cita-cita.Lain dari pada itu anak mulai berfikir tentang tanggung jawab sosial, agama moral, anak mulai berpandangan realistik, mulai mengarahkan perhatian pada teman hidupnya kelak, kematangan jasmani dan rohani, memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap serta berusaha mengabdikan diri dimasyarakat juga ciri remaja yang menonjol, tetapi hanya remaja yang sudah hampir masuk dewasa.
Sedangkan menurut Hurlock (1999) ciri-ciri
masa remaja adalah sebagai berikut :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan penting dan adanya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-anak ke menuju dewasa.
a. Masa remaja sebagai periode yang penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan penting dan adanya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-anak ke menuju dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode
perubahan, karena ada 5 perubahan yang bersifat universal yaitu perubahan
emosi, tubuh, minat dan pola perilaku, dan perubahan nilai.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya sebagian besar diselesikan oleh guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya sebagian besar diselesikan oleh guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah.
e. Masa remaja sebagai masa
mencari identitas, karena remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa
peranannya.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan
ketakutan, karena adanya anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah
anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak,
menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan orang dewasa.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan orang dewasa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat di ambil kesimpulan
bahwa ciri ciri masa remaja
adalah merupakan periode yang
penting, periode perubahan, peralihan, usia yang bermasalah, pencarian identitas,
usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa
kedewasaan.
2.3 Psikologi Remaja
Ciri perkembangan psikologis remaja adalah adanya emosi yang
meledak-ledak, sulit dikendalikan, cepat depresi (sedih, putus asa) dan
kemudian melawan dan memberontak. Emosi tidak terkendali ini disebabkan oleh
konflik peran yang senang dialami remaja. Oleh karena itu, perkembangan psikologis
ini ditekankan pada keadaan emosi remaja.
Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat
dengan keadaan hormon. Suatu saat remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat
marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada
pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua
dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan
situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan
oleh Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi
cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional
yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat
yang berlainan dengan dirinya.
Menurut
Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau
begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan
mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan
tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan perkembangan psikologis pada remaja, terjadi
kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat dan
memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat.
2.4 Kenakalan Remaja
Kenakalan
remaja (juvenile delinquency) adalah
suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang
dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.
Sedangkan Pengertian kenakalan remaja Menurut Paul Moedikdo,SH adalah :
a.Semua perbuatan
yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan
kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri,
menganiaya dan sebagainya.
b.Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk
menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
c.Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.
Faktor pemicunya, menurut sosiolog Kartono, antara lain adalah gagalnya remaja melewati masa transisinya, dari anak kecil menjadi dewasa, dan juga karena lemahnya pertahanan diri terhadap pengaruh dunia luar yang kurang baik.
Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
Faktor pemicunya, menurut sosiolog Kartono, antara lain adalah gagalnya remaja melewati masa transisinya, dari anak kecil menjadi dewasa, dan juga karena lemahnya pertahanan diri terhadap pengaruh dunia luar yang kurang baik.
Akibatnya, para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
Perilaku
yang ditampilkan dapat bermacam-macam, mulai dari kenakalan ringan seperti
membolos sekolah, melanggar peraturan-peraturan sekolah, melanggar jam malam
yang orangtua berikan, hingga kenakalan berat seperti vandalisme, perkelahian
antar geng, penggunaan obat-obat terlarang, dan sebagainya.
Dalam
batasan hukum, menurut Philip Rice dan Gale Dolgin, penulis buku The Adolescence, terdapat dua kategori pelanggaran yang dilakukan remaja, yaitu:
a. Pelanggaran indeks, yaitu munculnya tindak kriminal yang dilakukan oleh anak remaja. Perilaku yang termasuk di antaranya adalah pencurian, penyerangan, perkosaan, dan pembunuhan.
b. Pelanggaran status, di antaranya adalah kabur dari rumah, membolos sekolah, minum minuman beralkohol di bawah umur, perilaku seksual, dan perilaku yang tidak mengikuti peraturan sekolah atau orang tua.
a. Pelanggaran indeks, yaitu munculnya tindak kriminal yang dilakukan oleh anak remaja. Perilaku yang termasuk di antaranya adalah pencurian, penyerangan, perkosaan, dan pembunuhan.
b. Pelanggaran status, di antaranya adalah kabur dari rumah, membolos sekolah, minum minuman beralkohol di bawah umur, perilaku seksual, dan perilaku yang tidak mengikuti peraturan sekolah atau orang tua.
2.5 Penyebab Kenakalan Remaja
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal)
maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
a.Krisis
identitas: Perubahan biologis dan
sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama,
terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua,
tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal
mencapai masa integrasi kedua.
b.Kontrol
diri yang lemah: Remaja yang
tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan
yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi
mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak
bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.
Faktor eksternal:
a. Keluarga
dan Perceraian orangtua, tidak
adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota
keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di
keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan
agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab
terjadinya kenakalan remaja.
b. Teman
sebaya yang kurang baik
c.
Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Sedangkan menurut Kumpfer dan Alvarado, Faktor faktor
Penyebab kenakalan remaja antara lain :
a. Kurangnya sosialisasi dari
orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan sosial.
b. Contoh perilaku yang ditampilkan orangtua (modeling) di rumah terhadap
perilaku dan nilai-nilai anti-sosial.
c.Kurangnya pengawasan
terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar sekolah,
dan lainnya).
d. Kurangnya disiplin yang
diterapkan orangtua pada anak.
e. Rendahnya kualitas hubungan
orangtua-anak.
f. Tingginya konflik dan
perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
g. Kemiskinan dan kekerasan
dalam lingkungan keluarga.
h. Anak tinggal jauh dari
orangtua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas lain.
i. Perbedaan budaya tempat
tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau lingkungan baru.
j. Adanya saudara kandung atau
tiri yang menggunakan obat-obat terlarang atau melakukan kenakalan remaja.
2.6 Peranan
Keluarga terhadap Kenakalan Remaja
Sarwono
(1998) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap
individu. Sebelum anak mengenal lingkungan yang luas, ia terlebih dahulu
mengenal lingkungan keluarganya. karena itu sebelum anak anak mengenal
norma-norma dan nilai-nilai masyarakat, pertama kali anak akan menyerap norma-norma
dan nilai-nilai yang berlaku di keluarganya untuk dijadikan bagian dari
kepribadiannya.
Orang tua berperan penting
dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun negative. Hal ini
menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi
remaja.
Menurut Mu’tadin (2002)
remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak
orang tua atau mengikuti kehendaknya sendiri. Situasi ini dikenal dengan
ambivalensi dan hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini
akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering
menimbulkan hambatan dalam penyesuaian
diri terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan
dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustasi dan memendam
kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya dan orang lain disekitarnya.
Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali di ungkapkan dengan perilaku
perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain yang dapat
membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya.
Penilitian yang dilakukan
BKKBN pada umunya masalah antara orang tua dan anaknya bukan hal hal yang
mendalam seperti maslah ekonomi, agama, social, politik, tetapi hal yang sepele
seperti tugas-tugas di rumah tangga, pakaian dan penampilan.
Menurut Nalland (1998) ada
beberapa sikap yang harus dimiliki orangtua terhadap anaknya pada saat memesuki
usia remaja, yakni :
a. Orang tua perlu lebih fleksibel dalam bertindak dan berbicara
b. Kemandirian anak diajarkan secara bertahap dengan mempertimbangkan dan
melindungi mereka dari resiko yang mungkin terjadi karena cara berfikir yang
belum matang. Kebebasan yang dilakukan remaja terlalu dini akan memudahkan
remaja terperangkap dalam pergaulan buruk, obat-obatan terlarang, aktifitas seksual
yang tidak bertanggung jawab dll
c. Remaja perlu diberi kesempatan melakukan eksplorasi positif yang
memungkinkan mereka mendapat pengalaman dan teman baru, mempelajari berbagai
keterampilan yang sulit dan memperoleh pengalaman yang memberikan tantangan
agar mereka dapat berkembang dalam berbagai aspek kepribadiannya.
d. Sikap orang tua yang tepat adalah sikap yang authoritative, yaitu dapat
bersikap hangat, menerima, memberikan aturan dan norma serta nilai-nilai secara
jelas dan bijaksana. Menyediakan waktu untuk mendengar, menjelaskan, berunding
dan bisa memberikan dukungan pada pendapat anak yang benar.
2.7 Pergaulan Remaja
Pergaulan
merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu, dapat
juga oleh individu dengan kelompok.
Seperti yang
dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial
(zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas
dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar
dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu
akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan
yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu
atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang
negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari,
terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini
biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan
dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik
atau tidak. Pergaulan remaja
berupa tekanan teman bahkan sahabat, yang bias disebut dengan rasa solidaritas,
ingin diterima, dan sebagai pelarian, benar-benar ampuh untuk mencuatkan
kenakalan remaja yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja.
2.8 Remaja dan Lingkungan Sosial
Lingkungan
social meliputi teman sebaya, masyarakat dan sekolah. Sekolah mempunyai
pengaruh yang sangat besar bagi remaja, karena selain dirumah sekolah adalah
lingkungan kedua dimana remaja banyak melakukan berbagai aktifitas dan
interaksi social dengan teman-temannya.
Masalah yang
dialami remaja yang bersekolah lebih besar dibandingkan yang tidak bersekolah.
Hubungan dengan guru dan teman-teman di sekolah, mata pelajaran yang berat
menimbulkan konflik yang cukup besar
bagi remaja. Pengaruh guru juga sanagt besar bagi perkembangan remaja, karena
guru adalah orang tua bagi remaja ketika mereka berada disekolah.
Pada masa
remaja, hubungan social memiliki peran yang sangat penting bagi remaja. Remaja
mulai memperluas pergaulan sosialnya dengan teman teman sebayanya. Remaja lebih
sering berada diluar rumah bersama teman teman sebayanya, karena itu dapat
dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebayanya pada sikap, minat, penampilan
dan perilaku lebih besar daripada pengaruh orang tua.
Brown (1997)
menggambarkan empat cara khusus, bagaimana terjadinya perubahan kelompok teman
sebaya dari masa kanak-kanak ke masa remaja :
a. Remaja lebih banyak
menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan pada anak-anak. Pada usia
12 tahun, remaja awal mulai menjauhkan diri dari orang dewasa dan mendekatkan
diri dengan teman sebaya.
b. Remaja berusaha menghindari
pengawasan yang ketat dari orang tua dan guru dan ingin mendapatkan kebebasan.
Mereka mencari tempat untuk bertemu dimana mereka tidak terlalu diawasi.
Meskipun dirumah mereka ingin mendapatkan privasi dan tempat dimana mereka
dapat mengobrol dengan teman temannya tanpa didengar oleh keluarganya.
c. Remaja mulai banyak
berinteraksi dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang berbeda. Walaupun anak
perempuan dan laki laki berpartisipasi dalam kegiatan dan berkelompok
persahabatan yang berbeda selama masa pertengahan kanak-kanak, tetapi pada masa
remaja interaksi dengan remaja yang berbeda jenis semakin meningkat, sejalan
dengan semakin menjauhnya remaja dengan orang tua mereka.
d. Selama masa remaja,
kelompok teman sebaya menjadi lebih memahami nilai-nilai dan perilaku dari
sub-budaya remaja yang lebih besar. Mereka juga mengidentifikasikan diri dalam
kelompok pergaulan tertentu.